anestesi pada SC
Penatalaksanaan Anastesi Pada SC
Seksio sesarea berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat
risiko morbiditas dan mortalitas ibu dibandingkan pada persalinan vaginal.11
Kematian ibu akibat risiko operasi caesar itu sendiri menunjukkan angka 1 per
1.000 persalinan. Serikat pada tahun 1965 sampai dengan 1978 dilaporkan bahwa
angka kematian ibu terjadi satu di antara 1.635 operasi (Petitti 1983), dan
ditegaskan bahwa hanya setengah dari kematian tersebut benar-benar disebabkan
langsung dari operasi caesar.1,2
Sebagai contoh tahun 1988 Sachs melaporkan, penyebab
langsung hanya 7 dari 27 kematian pada lebih dari 121.000 kasus operasi caesar
yang dilakukan di Massachusetts tahun 1976-1984. Meskipun ada yang menyebutkan
angka kematian ibu adalah 22 per 100.000 untuk seluruh kasus operasi caesar,
untuk kematian langsung akibat operasi ini hanya 5,8 per 100.000 kasus.2
Memang ada pendapat bahwa trauma lahir jauh lebih kecil pada
operasi caesar dibanding persalinan per vaginam, akan tetapi tetap harus
diingat bahwa operasi caesar berisiko pada ibunya.13
Menurut Bensons dan Pernolls, angka kematian pada operasi
caesar adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan risiko
25 kali lebih besar dibanding persalinan per vaginam. Malahan untuk kasus karena
infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan per
vaginam. Komplikasi tindakan anestesi sekitar 10 persen dari seluruh angka
kematian ibu.2
Risiko komplikasi :
1. Komplikasi ibu : perdarahan banyak, infeksi, perlekatan
organ-organ pelvis pascaoperasi.
2. Komplikasi janin : depresi susunan saraf pusat janin
akibat penggunaan obat-obatan anestesia (fetal narcosis).1,13
Tahun 1973 di Inggris terdapat 50 kematian ibu. Kebanyakan
kematian ibu ini sehubungan dengan anestesi umum, 50% diantaranya karena
aspirasi isi lambung. Tabun 1980 di Inggris terdapat 29 kematian ibu dengan
anestesi umum, 16 orang di antaranya disebabkan aspirasi isi lambung, sedangkan
yang 11 orang mengalami cardiac arrest karena kesukaran intubasi. Dengan anestesi
regional ibu masih dalam keadaan sadar, refleks protektif masih ada, sehingga
kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung kecil sekali. Ibu tidak menerima
banyak macam obat dan perdarahannya lebih sedikit. Dari segi janin, anestesi
regional ini bebas daripada obat-obat yang mempunyai efek depresi terhadap
janin.4
A. DEFINISI
Seksio sesarea adalah lahirnya janin, plasenta dan selaput
ketuban melalui irisan yang dibuat pada dinding perut dan rahim. Definisi ini
tidak termasuk apabila mengeluarkan bayi dari rongga perut pada kasus-kasus
ruptur uteri maupun pada kehamilan abdominal. Seksio sesarea terjadi pada
sekitar 5-25% dari seluruh persalinan.2,3,11,13
Syarat Seksio sesarea :
1. Uterus dalam keadaan utuh (karena pada sectio cesarea,
uterus akan diinsisi). Jika terjadi ruptura uteri, maka operasi yang dilakukan
adalah laparotomi, dan tidak disebut sebagai sectio cesarea, meskipun
pengeluaran janin juga dilakukan per abdominam.
2. Berat janin di atas 500 gram.
Indikasi Seksio sessrea :
Prinsip : 1) keadaan yang tidak memungkinkan janin
dilahirkan per vaginam, dan/atau
2) keadaan gawat darurat yang memerlukan pengakhiran
kehamilan / persalinan segera, yang tidak mungkin menunggu kemajuan persalinan
per vaginam secara fisiologis.
1. Indikasi ibu : panggul sempit absolut, tumor-tumor jalan
lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks / vagina, plasenta previa,
disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat, riwayat obstetri jelek,
riwayat seksio sesarea sebelumnya, dan permintaan pasien.
2. Indikasi janin : kelainan letak(malpresentasi dan
malposisi), prolaps talipusat, gawat janin.
Umumnya sectio cesarea tidak dilakukan pada keadaan janin
mati, ibu syok / anemia berat yang belum teratasi, atau pada janin dengan
kelainan kongenital mayor yang berat.4,13
B. TEKNIK SEKSIO SESAREA
Dikenal beberapa teknik dalam melakukan seksio sesarea dan
terdapat kecenderungan untuk menyederhanakan teknik seksio sesarea untuk lebih
mengurangi kehilangan darah selama operasi serta lama waktu operasi 11
1. sectio cesarea transperitonealis profunda :
Irisan dinding abdomen
Irisan vertikal linea mediana dibawah pusat merupakan irisan
yang dapat dibuat dengan cepat.insisi abdomen vertikal di garis median (atau
dapat juga horisontal mengikuti garis kontur kulit di daerah suprapubik).
Irisan dibuat cukup panjang sehingga bayi dapat dikeluarkan tanpa kesulitan
yang berarti, namun panjang irisan hendaknya disesuaikan dengan perkiraan
ukuran bayi.2 Irisan pada linea mediana biasanya berhubungan dengan skor nyeri
yang lebih tinggi dan membutuhkan analgetik lebih banyak dibandingkan dengan
irisan transversal.3,11,13
Selain irisan pada linea mediana, dikenal juga irisan
transversal. Metode Pfannenstiel, Maylard dan Joel-Cohen merupakan metode
seksio sesarea yang menggunakan irisan transversal pada dinding abdomen. Irisan
Pfannenstiel meliputi irisan transversal semi lengkung (curved) setinggi 2 jari
diatas tulang simfisis pubis, muskulus rektus dipisahkan secara tumpul dan
peritoneum parietale diiris pada linea mediana. Irisan Maylard hampir sama
dengan metode Pfannenstiel namun muskulus rektus dipotong secara transversal
menggunakan pisau bedah. Irisan ini dapat dipilih pada kasus-kasus prelengketan
akibat irisan Pfannenstiel pada operasisebelumnya. Irisan Joel-Cohen meliputi
irisan transversal yang lurus setinggi 3 cm diatas tulang simfisis dan
diperdalam lapis demi lapis secara tumpul, bila perlu digunakan gunting, bukan
pisau.kemudian plica vesicouterina digunting dan disisihkan, kemudian dibuat
insisi pada segmen bawah uterus di bawah irisan plica yang kemudian dilebarkan
secara tumpul dengan arah horisontal Irisan Joel-Cohen berhubungan dengan waktu
operasi yang lebih singkat serta berkurangnya febris postoperatif.3,11,13
Irisan transversal (Pfannenstiel) lebih dianjurkan pada
seksio sesarea karena memberikan penutupan yang lebih baik, nyeri postoperasi
lebih sedikit dan memberikan hasil akhir yang secara kosmetik lebih bagus dibandingkan
irisan linea mediana.
Irisan dinding uterus
Pada umumnya irisan pada uterus dibuat pada segmen bawah
rahim secara transversal (irisan Kerr) maupun secara vertikal (irisan Krönig).
Segmen bawah uterus relatif kurang vaskular dibandingkan korpus uteri, sehingga
diharapkan perdarahan yang terjadi tidak seberat dibandingkan pada sectio
cesarea cara klasik. Irisan lain yaitu irisan klasik, merupakan irisan vertikal
pada korpus uteri hingga ke fundus dan irisan ini jarang digunakan.3,11,13
Irisan pada segmen bawah rahim mempunyai keuntungan yaitu
hanya membutuhkan sedikit pembebasan kandung kemih dari myometrium. Apabila
irisan meluas ke lateral maka perlukaan dapat mengenai satu atau kedua pembuluh
darah uterus oleh karena itu penting untuk membuat irisan pada uterus cukup
luas untuk mengeluarkan bayi tanpa membuat robekan lebih lanjut. Apabila
diperlukan perluasan irisan lebih dianjurkan secara tumpul untuk mengurangi
jumlah kehilangan darah, insidensiperdarahan postpartum dan kebutuhan transfusi
selama seksio sesarea. Perluasan secara tumpul juga mengurangi risiko laserasi
pada bayi. Irisan vertikal rendah dapat diperluas hingga ke fundus pada
kasus-kasus dimana diperlukan ruang yang lebih luas. Pembebasan kandung kemih
yang lebih luas sering diperlukan untuk menjaga agar irisan tersebut tetap
berada pada segmen bawah rahim. Apabila irisan vertikal meluas ke bawah dapat
terjadi perlukaan menembus serviks hingga ke vagina atau kandung kemih.3,11
Irisan transversal pada segmen bawah rahim lebih dianjurkan
karena lebih mudah untuk ditutup, terletak pada lokasi yang paling jarang untuk
terjadi ruptur pada kehamilan berikutnya dan tidak menyebabkan perlengketan
dengan usus maupun omentum.3,11,13
2. sectio cesaria klasik :
Insisi abdomen vertikal di garis median, kemudian insisi
uterus juga vertikal di garis median. Irisan klasik biasanya dikerjakan pada
keadaan-keadaan dimana segmen bawah rahim tidak dapat terpapar dengan jelas
karena ada perlengketan dengan kandung kemih akibat operasi sebelumnya, atau
terdapat mioma pada daerah segmen bawah rahim maupun karsinoma serviks yang
invasif. Beberapa indikasi lain yaitu letak lintang dengan janin yang besar,
pada beberapa kasus plasenta previa anterior, pada beberapa kasus dengan bayi
yang sangat kecil terutama pada presentasi bokong dimana segmen bawah rahim
masih tebal, dan pada beberapa kasus obesitas maternal dimana uterus bagian
atas lebih mudah untuk ditampilkan.3,11,13
Irisan klasik (vertikal) dapat menghindari perluasan ke
lateral yang berbahaya dan memberikan ruang yang cukup lebar untuk mengeluarkan
janin.Dilakukan pada keadaan yang tidak memungkinkan insisi di segmen bawah
uterus misalnya akibat perlekatan pasca operasi sebelumnya atau pasca infeksi,
atau ada tumor di segmen bawah uterus, atau janin besar dalam letak lintang,
atau plasenta previa dengan insersi di dinding depan segmen bawah uterus. .
Kerugiannya adalah dapat terjadi perdarahan yang cukup parah karena jaringan
segmen atas korpus uteri sangat vaskular, kemungkinan terjadi perluasan ke
kandung kemih dan vagina serta berisiko untuk terjadinya ruptur uterus pada
kehamilan berikutnya.3,11,13
Penutupan dinding uterus
Dinding uterus dapat dijahit 1 lapis (single layer) maupun 2
lapis (double layer). Di Inggris, penutupan dinding uterus dengan 2 lapis lebih
banyak dikerjakan (96% kasus). Penutupan dinding uterus 1 lapis dengan jelujur
terkunci membutuhkan waktu operasi yang lebih singkat dan lebih sedikit jahitan
hemostatik yang diperlukan.2,7 Apabila masih terdapat perdarahan dapat
dipertimbangkan untuk jahitan hemostatik tambahan dengan jahitan angka-8 untuk
mengontrol perdarahan yang persisten.3,11,13
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan tidak adanya
risiko perioperatif maupun jangka panjang terhadap penutupan uterus 1 lapis.
Morbiditas ibu lebih rendah, jumlah darah yang hilang lebih sedikit, hemostasis
yang lebih baik, dan penyembuhan luka uterus yang lebih baik. Persalinan
vaginal setelah seksio sesarea (VBAC) dengan penutupan uterus 1 lapis relatif
aman.3,11,13
Penutupan peritoneum
Penutupan peritoneum (viserale dan parietale) merupakan
bagian dari prosedur standar pembedahan dan bertujuan untuk mengembalikan
bentuk anatomi, mendekatkan jaringan dan mengurangi infeksi dengan membentuk
sawar anatomik. Di Inggris, penelitian baru-baru ini melaporkan bahwa 66%
dokter bedah tidak menutup peritoneum parietale.7 Lapisan peritoneum yang baru
akan terbentuk dalam beberapa hari setelah irisan ditutup.3,11,13
Teknik nonclosure peritoneum ini biasanya digunakan pada
metode operasi Misgav Ladach. Pada metode ini jendalan darah dibersihkan dari
kavum abdomen tetapicairan amnion tidak diaspirasi karena cairan amnion
mempunyai efek bakteriostatik. Konsekuensi tidak diaspirasinya cairan amnion
keluar dari kavum abdomen dapat memperlambat timbulnya peristaltik pasca
operasi.6,8 Nonclosure peritoneum pada seksio sesarea mempersingkat lama
operasi, mengurangi kebutuhan analgetik pasca operasi, mengurangi komplikasi
pasca operasi serta pulihnya fungsi usus lebih cepat dibandingkan dengan
peritoneum yang dijahit (closure peritoneum), dengan demikian masa pulih pasien
akan lebih cepat. Peritoneum yang dibiarkan terbuka tidak meningkatkan risiko
terjadinya perlengketan, dehisensi luka maupun lama pulih luka.3,11,13
3. sectio cesarea yang dilanjutkan dengan histerektomi
(cesarean hysterectomy).3,13
4. sectio cesarea transvaginal.3,13
C. KOMPLIKASI SEKSIO SESAREA
Setiap tindakan operasi caesar punya tingkat kesulitan
berbeda-beda. Pada operasi kasus persalinan macet dengan kedudukan kepala janin
pada akhir jalan lahir misalnya, sering terjadi cedera pada rahim bagian bawah
atau cedera pada kandung kemih (robek). Dapat juga pada kasus bekas operasi
sebelumnya-dimana dapat ditemukan perlekatan organ dalam panggul-sering
menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan cedera pada
kandung kemih dan usus. Cedera ini tak jarang cukup berat.1,2,13
Walau pun jarang tetapi fatal adalah komplikasi emboli air
ketuban yang dapat terjadi selama tindakan operasi, yaitu masuknya cairan
ketuban ke dalam pembuluh darah terbuka yang disebut sebagai embolus. Jika
embolus mencapai pembuluh darah pada jantung, timbul gangguan pada jantung dan
paru-paru dimana dapat terjadi henti jantung dan henti nafas secara tiba-tiba.
Akibat-nya adalah kematian mendadak pada ibu.2,13
Komplikasi lain yang dapat terjadi sesaat setelah operasi
caesar adalah infeksi yang banyak disebut sebagai morbiditas pascaoperasi.
Kurang lebih 90% dari morbiditas pascaoperasi disebabkan oleh infeksi (infeksi
pada rahim/endometritis, alat-alat berkemih, usus, dan luka operasi).nyeri bila
buang air kecil, luka operasi bernanah, luka operasi terbuka dan sepsis
(infeksi yang sangat berat). Bila mencapai keadaan sepsis, risiko kematian ibu
akan tinggi sekali.2
Tanda-tanda infeksi antara lain demam tinggi, perut nyeri, kadang-kadang
disertai lokia berbau, Hal-hal yang memudahkan terjadinya (faktor predisposisi)
komplikasi antara lain persalinan dengan ketuban pecah lama, ibu menderita
anemia, hipertensi, sangat gemuk, gizi buruk, sudah menderita infeksi saat
persalinan, dan dapat juga disebabkan oleh penyakit lain pada ibu seperti ibu
penderita diabetes mellitus (sakit gula). Antibiotik profilaksis dapat
menurunkan terjadinya risiko infeksi pada operasi.2
II. TEKNIK ANESTESI
Dalam kondisi ibu dan fetus normal, GA dan RA yang dilakukan
dengan terampil hampir sama pengaruhnya terhadap bayi baru lahir. Namun
demikian, karena risiko untuk ibu dan kaitannya dengan Apgar skor yang lebih
rendah dengan GA, maka RA untuk bedah Cesar lebih disukai. RA akan memberikan
hasil neonatal terpapar lebih sedikit obat anestesi (terutama saat digunakan
teknik spinal), memungkinkan ibu dan pasangannya mengikuti proses kelahiran
bayi mereka, dan memberikan pengobatan rasa sakit pascaoperasi yang lebih
baik.10
A. BLOK SPINAL (SUBARAKHNOID)
Pemasukan suatu anestetika lokal ke dalam ruang subarkhnoid
untuk menghasilkan blok spinal telah lama digunakan untuk seksioa sesarea, dan
untuk persalinan vaginal wanita normal dengan paritas kecil. Pertama kali
iadikemukakan oleh J Leonard Corning yang menyuntikkan kokain ke dalam ruangan
subaraknoid pada tahun 1885. Kemudian Bier pertama mencoba untuk pembedahan
pada tahun1899 dan Kreis melakukan tehnik ini untuk menghilangkan nyeri
persalinan pada tahun 1900. 4,5,12
Pada tahun 1979 di Amerika Serikat analgesia subaraknoid dan
epidural adalah teknik yang sering dilakukan (62%) pada tindakan seksio cesaria
dan analgesia subaraknoid menjadi pilihan nasional. 4
Teknik ini baik sekali bagi penderita-penderita yang
mempunyai kelainan paru-paru, diabetes mellitus, penyakit hati yang difus dan
kegagalan fungsi ginjal, sehubungan dengan gangguan metabolisme dan ekskresi
dari obat-obatan. 9
Spinal anesthesia punya banyak keuntungan seperti
kesederhanaan teknik, onset yang cepat, resiko keracunan sistemik yang lebih
kecil, blok anestheti yang baik, perubahan fisiologi, pencegahan dan
penanggulangan penyulitnya telah diketahui dengan baik; analgesia dapat
diandalkan; sterilitas dijamin pengaruh terhadap bayi sangat minimal; pasien
sadar sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi; dan tangisan
bayi yang baru dilahirkan merupakan kenikmatan yang ditunggu oleh seorang ibu.
disertai jalinan psikologik berupa kontak mata antara ibu dengan anak dan
penyembuhan rasa sakit pasca operasi yang ditawarkan oleh morfin neuraxial,
potensi untuk hipotensi dengan teknik ini merupakan risiko terbesar bagi ibu.
4,5,10
1. Perubahan kardiovaskuler pada ibu
Yang pertama kali diblok pada analgesi subaraknoid
yaituserabut saraf preganglionik otonom, yang merupakan serat saraf halus
(serat saraf tipe B). Akibat denervasi simpatis ini akan terjadi penurunan
tahanan pembuluh tepi, sehingga darah tertumpuk di pembuluh darah tepi karena
terjadi dilatasi arterial, arteriol dan post-arteriol. Pada umumnya serabut
preganglionik diblok dua sampai empat segmen dikranial dermatom sensoris yang
diblok.4
Besarnya perubahan kardiovaskular tergantung pada banyaknya
serat simpatis yang mengalami denervasi. Bila terjadi hanya penurunan tahanan
tepi saja, akan timbul hipotensi yang ringan. Tetapi bila disertai dengan
penurunan curah jantung akan timbul hipotensi berat.4
Perubahan hemodinamik pada pasien yang menjalani seksio
cesaria dengan blok subaraknoid telah diselidiki oleh Ueland. Pada posisi
terlentang terjadi penurunan rata-rata tekanan darah dari 124/72 mmHg menjadi
67/38 mmHg; penurunan rata-rata curah jantung 34% (dari 5400 menjadi 3560
ml/menit) dan isi sekuncup 44% (62 menjadi 35 ml). Sedangkan denyut jantung
mengalami kenaikan rata-rata 17% (90 menjadi 109 kali/menit). Pengaruh pengeluaran
bayi terhadap hemodinamik menunjukkan kenaikan rata-rata curah jantung 52%
(2880 ml/menit) dan isi sekuncup 67% (42,2 ml); sedangkan denyut jantung
menurun 11 kali/menit, disertai kenaikan rata-rata tekanan sistolik 21,8 mmHg,
diastolik 6,3 mmHg, kenaikan tekanan vena sentral dari 4,9 menjadi 6,75 cm H2
O. Keadaan ini disebabkan karena masuknya darah dari sirkulasi uterus ke dalam
sirkulasi utama akibat kontraksi uterus.4
Menurut laporan Wollmann setelah induksi pada pasien yang
berbaring lateral tanpa akut hidrasi sebelumnya, tekanan arteri rata-rata turun
dari 89,2 ± 3,3 menjadi 64,0 ± 3,6 mm-Hg, tekanan vena sentral rata-rata turun
dari 6,0 ± 0,9 menjadi 2,0 ± 0,9 cm H2 O. Setelah bayi lahir tekanan arteri
rata-rata menjadi 86,0 ± 13 mmHg dan tekanan vena sentral menjadi 12,6 ± 2,0 cm
H2 O (hipotensi yang telah diatasi dengan akut hidrasi memakai 1000 ml cairan
dekstrosa 5% di dalam laktat atau Ringer). Pasien tersebut diblok setinggi T2 —
T6. 4
2. Pengaruh terhadap bayi
Pengaruh langsung zat analgetik lokal yang melewati sawar
uri terhadap bayi dapat diabaikan. Menurut Giasi pemberian 75 mg lidokain
secara intratekal akan menyebabkan kadar obat 0,32 mikrogram/ml di dalam darah
pasien. Protein plasma dan eritrosit akan mengikat 70% lidokain di dalam darah.
Selain itu efek uterine vaskular shunt akan menyebabkan lebih sedikit lagi
konsentrasi lidokain di dalam bayi. Bonnardot melaporkan, konsentrasi morfin di
dalam bayi sangat kecil bilamana diberikan secara intratekal sebanyak 1 mg
morfin untuk mengurangi rasa nyeri karena persalinan. Penyebab utama gangguan
terhadap bayi pasca seksio cesaria dengan analgesia subaraknoid yaitu hipotensi
yang menimbulkan berkurangnya arus darah uterus dan hipoksia maternal. Besarnya
efek tersebut terhadap bayi tergantung pada berat dan lamanya hipotensi. 4,5
Penurunan arus darah uterus akan sesuai dengan penurunan
tekanan darah rata-rata. Bila tekanan darah rata-rata turun melebihi 31%, arus
darah uterus turun sampai 17%. Sedangkan penurunan tekanan darah rata-rata
sampai 50%, akan disertai dengan penurunan arus darah uterus sebanyak 65%. 4
Banyak penulis melaporkan efek hipotensi terhadap bayi
berupa perubahan denyut jantung, keadaan gas darah, skor Apgar dan sikap
neurologi bayi. Gambaran deselerasi lambat denyut jantung bayi terjadi bila
tekanan sistolik mencapai 100 mmHg lebih dari 4 menit bradikardia selama 10
menit, atau tekanan sistolik mencapai 80 mmHg lebih dari 4 menit.4,10
Beberapa penulis melaporkan bahwa pada pasien yang mengalami
hipotensi karena analgesia subaraknoid pada tindakan seksio cesaria, sering
dijumpai bayi dengan skor Apgar yang rendah serta interval mulai menangis yang
panjang.4
Menurut Moya skor Apgar yang rendah ditemukan pada ibu yang
mengalami penurunan tekanan sistolik, yang mencapai 90 - 100 mgHg selama 15
menit. Beberapa penyelidik mengemukakan bahwa bayi yang baru dilahirkan sedikit
lebih asidotik pada pasien yang mengalami hipotensi. Faktor lamanya hipotensi
lebih besar pengaruhnya daripada besarnya hipotensi, terutama pada pasien yang
menderita diabetes. 4,5
Dalam studi epidemiologis pada 5.806 kelahiran Cesar,
Mueller dkk menyimpulkan bahwa fetal asidosis meningkat secara signifikan
setelah anestesia spinal, dan hipotensi arterial maternal sejauh ini merupakan
masalah yang paling umum dijumpai. Prevalensi asidosis fetus dengan RA untuk
bedah Cesar diyakinkan dalam studi yang lain. Namun, asidosis tidak berkaitan
dengan skor Apgar dan merupakan indikator hasil yang buruk. pH arteri umbilical
rendah mencerminkan asidosis respiratorik maupun metabolik, sedangkan kelebihan
basa mencerminkan komponen metabolis saja. Hanya kelebihan basa yang berkaitan
dengan neonatal outcome, nilai kurang dari –12mmol.L-1 memiliki hubungan dengan
encephalopati sedang sampai berat dari bayi yang baru lahir. Namun, pencegahan
hipotensi bermanfaat untuk meminimalkan pengaruh terhadap status asam-basa
neonatal. 10
B. ANATOMI PUNGGUNG UNTUK SPINAL ANASTESI
Secara anatomis dipilih segemen L2 ke bawah pada penusukan
oleh karena ujung
bawah daripada medula spinalis setinggi L2 dan ruang
interegmental lumbal ini relatif lebih lebar dan lebih datar dibandingkan
dengan segmen-segmen lainnya. Lokasi interspace ini dicari dengan menghubungkan
crista iliaca kiri dan kanan. Maka titik pertemuan dengan segmen lumbal
merupakan processus spinosus L4 atau L4—5 interspace.
Lapisan jaringan punggung yang dilalui pada waktu penusukan
yaitu :
Kutis Subkutis Ligamentum
supraspinosus Ligamentum interspinosus Ligamentum
flavum Ruang epidural Duramater Ruang subarakhnoid. 4,6,11
C. I. INDIKASI KONTRA ABSOLUT
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapati atau mendapat terapi antikagulan
5. Tekanan intrakranial meninggi
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anesthesia.
6
II. INDIKASI KONTRA RELATIF
1. Infeksi sisitemik (sepsis, bakteremi)
2. Infeksi sekitar suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronis.6
D. PERSIAPAN ANALGESIA SPINAL
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti
persiapan pada anestesi umum. daerah sekitar suntikan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau
pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba tonjolanprocesus spinosus. selain itu
diperhatikan hal-hal dibawah ini :
1. Informed consent (izin dari pasien)
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia
spinal
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang,
punggung, dan lain lainnya.
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, hemotokrit, PT (prothrombin time) dan PTT
(partial thromboplastin time). 6
E. TEKNIK SPINAL ANESTESI
— Infus Dextrosa/NaCl/Ringer laktat sebanyak 500 - 1500 ml.
— Oksigen diberikan dengan masker 6 - 8 L/mt.
— Posisi lateral merupakan posisi yang paling enak bagi
penderita.
— Kepala memakai bantal dengan dagu menempel ke dada, kedua
tangan memegang kaki yang ditekuk sedemikian rupa sehingga lutut dekat ke perut
penderita.
— L3 - 4 interspace ditandai, biasanya agak susah oleh
karena adanya edema jaringan.
— Skin preparation dengan betadin seluas mungkin.
— Sebelum penusukan betadin yang ada dibersihkan dahulu.
-- Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan
lidokain 1-2 % 2-3 ml
— Jarum 22 - 23 dapat disuntikkan langsung tanpa lokal
infiltrasi dahulu, juga tanpa introducer dengan bevel menghadap ke atas.
— Kalau liquor sudah ke luar lancar dan jernih, disuntikan
xylocain
5% sebanyak 1,25 - 1,5 cc.
— Penderita diletakan terlentang, dengan bokong kanan diberi
bantal sehingga perut penderita agak miring ke kiri, tanpa posisi
Trendelenburg.
— Untuk skin preparation, apabila penderita sudah operasi
boleh mulai.
— Tensi penderita diukur tiap 2 - 3 menit selama 15 menit
pertama, selanjutnya tiap 15 menit.
— Apabila tensi turun dibawah 100 mmHg atau turun lebih dari
20 mmHg dibanding semula, efedrin diberikan 10 - 15 mgl.V.
— Setelah bayi lahir biasanya kontraksi uterus sangat baik,
sehingga tidak perlu diberikan metergin IV oleh karena sering menimbulkan mual
dan muntah-muntah yang mengganggu
operator. Syntocinon dapat diberikan per drip.
—Setelah penderita melihat bayinya yang akan dibawa ke
ruangan, dapat diberikan sedatif atau hipnotika.6,9
Pada penusukan mungkin yang keluar bukan liquor tapi darah,
sebab di bagian anterior maupun posterior medulla spinalis terdapat sistim
arteri dan vena. Apabila setelah 1 menit liquor yang keluar masih belum jernih
sebaiknya jarum dipindahkan ke segmen yang lain. Bila liquor tidak jernih,
sebaiknya anestesi spinal ini ditunda dan dilakukan analisa dari liquor. Adapun
jarum yang dipakai paling besar ukuran 22, kalau mungkin pakai jarum 23 atau
25. Makin kecil jarum yang kita pakai, makin kecil kemungkinan terjadinya sakit
kepala sesudah anestesi (post spinal headache). Obat spinal anestesi yang
paling menonjol adalah tetrakain dan dibukain, yang mempunyai efek kuat dan
kerjanya lebih lama.6,7,9
E. KOMPLIKASI PADA ANALGESIA SPINAL
1. Hipotensi
Hipotensi disebabkan sympathectomy temporer, komponen
blokade midthoracic yang tidak dapat dihindari dan tidak diinginkan.
Berkurangnya venous return (peningkatan kapasitas vena dan pengumpulan volume
darah dari kaki) dan penurunan afterload (penurunan resistensi pembuluh darah
sistemik) menurunkan maternal mean arterial pressure (MAP), menimbulkan nausea,
kepala terasa melayang dan dysphoria, dan berkurangnya perfusi uteroplacental.
Jika MAP ibu dipelihara, maka gejala pada ibu dapat dihindari dan
uteroplacental perfusion tetap baik.3,4,5,6,7,9,10
Insidensi hipotensi (tekanan sistolik turun di bawah 100
mmHg, atau penurunannya lebih dari 30 mmHg dari pada sebelum induksi) dapat
mencapai 80%. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh karena Pada posisi pasien
terlentang terjadi kompresi parsial atau total vena kava inferior dan aorta
oleh masa uterus (beratnya kurang lebih 6 kg). 90% pasien yang mengalami
kompresi parsial tidak menunjukkan gejala hipotensi. Keadaan ini disebabkanoleh
mekanisme kompensasi dengan kenaikan venokonstriktor neurogenik. Sedangkan 10%
sisanya dapat menderita hipotensi berat (tekanan sistolik bisa sampai 70 mmHg);
dan hampir 75% mengalami gangguan darah balik, sehingga curah jantung berkurang
sampai 50%. 6,7,9
2. Blokade spinal Total
Blokade spinal total dengan paralisis respirasi dapat
mempersulit analgesia spinal. paling sering, blokade spinal total merupakan
akibat pemberian dosis agen analgesia jauh melebihi toleransi oleh wanita
hamil. hipotensi dan apnoe cepat timbul dan harus segera diatasi untuk mencegah
henti jantung. pada wanita tidak melehirkan uterus dipindahkan ke lateral untuk
mengurangi kompresi aortakaval. ventilaasi yang efektif diberikan melaului tuba
trackhea kalau mungkin.,untuk melindungi aspirasi. kalau wanita tersebut
hipotensif, cairan intravena diberikan dan efedrin mungkin membantu untuk
meninggikan curah jantung. peninggian tungkai akan meningkatkan aliran balik
vena dan membantu memulihkan hipotensi harus disediakan persiapan untuk
resusitasi jantung kalau terjadi henti jantung.3
3. Kecemasan dan Rasa sakit
Setiap orang yang ada diruang operasi harus selalu ingat
bahwa wanita yang berada dibawah analgesia regional tetap sadar.harus hati-hati
sekali berbicara dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perawtan ibu dan
janinnya,sehingga ibu tersebut tidak menginterpretasikan ucapan ucapan atau
tindakan tindakan tersebut sebagai indikaasi bahwa ia dan janinnya dalam
bahaya, atau kesejahteraan kurang diperhatikan. wanita tersebut biasanya
menyadari setiap manipulasi bedah yang dilakukan dan menerima setiap perast
sebagai perasaan yang tertekan. ia merasa tidak enak terhadap manipulasi
-manipulasi diatas blkokade spinal total sering kali, derajat penghilang rasa
nyeri dari analgesia spinal tidak adekuat. dalam keadaan ini, langkah
penghilang rasa nyeri yang dapat diberikan sebelum persalinan dengan memberikan
50 sampai 70 persen nitrogen oksida dengan oksigen. segera setelah pengkleman
tali pusat berbagai macam teknik dapat dilakukan untuk memberikan analgesia
yang efektif. morfin, meperidin, atau fentanil yang diberikan secara intravena
paada waktu ini sering memberikan analgesia dan euforia yang bagus sekali saat
operasi selesai.3
4. Sakit kepala spinal (Pasca pungsi)
Kebocoran cairan serebrospinal dari tempat pungsi meninges
dianggap merupakan faktor utama timbulnya sakit kepala. kiranya, kalau wanita
tersebut duduk atau berdiri volume cairan serebrospinal yang berkurang tersebu
menimbulkan tarikan pada struktur-struktur sistem saraf pusat yang sensitif
rasa nyeri. kemungkinan komplikasi yang tidak menyenangkan ini dapat dikurangi
dengan menggunakan jarum spinal ukuran kecil dan menghindari banyak tusukan
pada meninges. membaringkan wanita tersebut datar pada punggungnya selama
beberapa jam, telah dianjurkan untuk mencegah nyeri kepala pascaspinal, tetapi
tidak ada bukti yang baik bahwa prosedur ini sangat efektif. hidarasi yang
banyak telah dikalim bermanfaat, tertapi tidak ada bukti penggunaan yang
mendukung. pemakaian blood patch cukup efektif. beberapa mL darah wanita
tersebut tanpa antikoagulan disuntikan secara epidural ditempat pungsi dural
tersebut. salin yang disuntikan serupa dalam volume yang lebih besar juga telah
diklaim menghilangkan sakit kepala penyokong abdomen dapat dikurang dengan cara
menggunakan jarum spinal ukuran kecil, korset atau ikat perut tampaknya
menghasilkan mengurangi sakit kepala, tetap berbaring selama 24 jam
pascaoperasi. Dan nyeri kepala tersebut membaik jelas pada hari ketiga dan
menghilang pada hari kelima.3,7
5. Disfungsi kandung kencing
Dengan analgesia spinal, sensasi kandung kencing mungkin
dilumpuhkan dan pengosongan kandung kencing terganggu selama beberapa jam
setelah persalinan. akibatnya, distensi kandung kencing sering merupakan
komplikasi masa nifas, terutama kalau telah dan masih diberikan volume cairan
intravena yang banyak. kombinasi dari (1) infus seliter atau lebih lebih
cairan, (2) blokade saraf dari analgesia epidural atau spinal, (3) efek
antidiuretik oksitosin yang diinfuskan setelah lahir dan kemudian dihentikan,
(4) rasa sakit akibat episiotomi yang besar, (5) kegagalan menemukan distensi
ksndung kencing pada wanita tersebut secepatnya, dan (6) kegagalan
menghilangkan distensi kandung kencing dengan cepat dengan kateterisasi, sangat
mungkin mengakibatkan disfungsi kandung kencing yang cukup menyulitkan dan infeksi
kandung kencing.3
6. Oksitosin dan hipertensi
Secara berlawanan, hipertensi yang ditimbulkan oleh
ergonovin (Ergotrate) atau metilergonovin (Methergin) yang disuntikan setelah
persalinan, sangat sering terjadi pada wanita yang telah menerima blok spinal
atau epidural.3
7. Arakhnoiditis dan meningitis
Tidak ada lagi ampul anestesika lokal yang disimpan dalam
alkohol, formalin, pengawet atau pelarut lain yang sangat toksik. jarum dan
kateter sekarang jarang dibersihkan secara kimiwai sehingga dapat digunakan
kembali. sebagai gantinya, digunkan perlengkapan sekali pakai, dan praktek
sekarang ini, ditambah dengan teknik aseptik yang ketat, jarang sekali terjadi
meningitis dan arakhnoiditis.3
F.PENATALAKSANAAN
Sebelum melakukan tindakan analgesia subaraknoid seharusnya
dilakukan evaluasi Minis volume darah pasien. Sebaiknya tidak melakukan teknik
ini kalau pasien dalam keadaan hipovolemia, atau keadaan yang menjurus
hipovolemia selama persalinan (misalnya plasenta previa), atau pasien yang
mengalami sindroma hipotensi terlentang yang manifes pada waktu persalinan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan (1) hidrasi akut dengan larutan garam
seimbang , (2) pengangkatan dan penggeseran uterus ke sebelah kiri abdomen, (3)
pada tanda pertama menurunnya tekanan darah setelah hidrasi segera diberikan
vasopresor intra vena, dan (4) pemberian oksigen.3,4,9,10
1. Hidrasi akut
Sebelum induksi harus dipasang infus intravena dengan kanula
atau jarum yang besar, sehingga dapat memberikan cairan dengan cepat. Hidrasi
akut dengan memberikan cairan kristaloid sebanyak 1000 - 1500 ml tidak
menimbulkanbahaya overhidrasi; tekanan darah, denyut jantung dan nadi dalam
batas-batas normal .Menurut Wollman pemberian cairan kristaloid sebanyak 1000
ml hanya menaikkan tekanan vena sentral sebanyak 2 cm air dan nilainya masih
dalam batas normal.4,9
Akhir-akhir ini beberapa penulis menganjurkan cairan
kristaloid yang tidak mengandung dektrosa. Karena menurut Mendiola, infus
dekstrosa 20 g/jam atau lebih sebelum melahirkan menimbulkan hipoglikemia pada
bayi 4 jam setelah dilahirkan. Ini disebabkan karena pankreas bayi yang cukup
umur akan menaikkan produksi insulin sebagai reaksi atas glukosa yang melewati
sawar an . Kenepp melaporkan bahwa terjadi asidemia laktat pada bayi yang
dilahirkan yang mendapat hidrasi akut dengan cairan dektrosa 5%. Keadaan ini
disebabkan oleh hipotensi, insufisiensi plasenta, dan atau terjadi glikolisis
dalam keadaan hipoksia.4,9
2. Mendorong Uterus ke kiri
Usaha yang digunakan untuk mempertahankan perfusi
uteroplacenta mencakup posisi miring lateral kiri. Dengan mendorong uterus ke
kiri paling sedikit 10° dapat dihindari bahaya kompresi vena kava inferior dan
aorta, sehingga dapat dicegah sindroma hipotensi terlentang.4,9
Menurut Ueland mengubah posisi pasien dari terlentang
menjadi lateral dapat menaikkan isi sekuncup 44,1%, menurunkan denyut jantung
sebanyak 4,5%, dan menaikkan curah jantung 33,5%. Maka pasien yang akan
dioperasi harus dibawa pada posisi miring. Dan kalau pada observasi fungsi
vital terjadi manifestasi sindroma hipotensi terlentang yang tidak dapat
dikoreksi dengan mendorong uterus ke kiri, hal ini merupakan indikasi kontra
tindakan analgesia regional.4,9
3. Pemberian Vasopresor : Efedrin
Pencegahan dengan akut hidrasi dan mendorong uterus ke kiri
dapat mengurangi insidensi hipotensi sampai 50-60%. Pemberian vasopresor,
seperti efedrin, sering sekali dipakai untukpencegahan maupun terapi hipotensi
pada pasien kebidanan.4
Obat ini merupakan suatu simpatomimetik non katekolamin
dengan campuran aksi langsung dan tidak langsung. obat ini resisten terhadap
metabolisme MAO dan metiltransferase katekol (COMT), menimbulkan aksi yang
berlangsung lama. efedrin meningkatkan curah jantung, tekanan darah, dan naadi
melalui stimulasi adrenergik alfa dan beta. meningkatkan aliran darah koroner
dan skelet dan menimbulkan bronkhodilatasi melalui stimulasi reseptor beta 2.
efedrin mempunyai efek minimal terhadap aliran darah uterus. dieliminasi
dihati, dan ginjal. namun, memulihkan aliran darah uterus jika digunakan untuk mengobati
hipotensi epidural atau spinal pada pasien hamil. Efek puncak : 2-5 menit, Lama
aksi : 10-60 menit. Interaksi/Toksisitas: peningkatan resiko aritmia dengan
obat anetesik volatil, dipotensiasi oleh anti depresi trisiklik, meningkatkan
MAC anestetik volatil.8
Keuntungan pemakaian efedrin ialah menaikan kontraksi
miokar, curah jantung, tekanan darah dampai 50%, tetapi sedikit sekali
menurunkan vasokonstriksi pembulu darah uterus. Menurut penyelidikan Wreight,
efedrin dapat melewati plasenta dan menstimulasi otak bayi sehingga
menghasilkan skor Apgar yang lebih tinggi.4
Guthe menganjurkan pemberian efedrin 25 - 50 mg IM sebelum
dilakukan induksi. Ini dapat mengurangi insidensi hipotensi sampai 24%. Tetapi
cara ini sering menimbulkan hipertensi postpartum karena efedrin bekerja
sinergistik dengan obat oksitosik.s
Penggunaan profilaksis ephedrine dalam suatu studi dan
penggunaan terapi dalam studi yang lain kemungkinan ikut mengakibatkan fetal
asidosis. Demikian pula, penggunaan ephedrine dikaitkan dengan nilai pH
arterial umbilical yang lebih rendah saat dibandingkan dengan phenylephrine
dalam suatu kajian sistematis. Literatur tersebut memperdebatkan vasopressor
misalnya, ephedrine atau phenylephrine, yang lebih cocok untuk mengatasi
hipotensi selama anestesi spinal pada Sectio Caesaria. Kontroversi terjadi pada
etiologi fetal asidosis apakah hal tersebut karena pengaruh metabolis
stimulasi-ß dalam fetus atau perfusi uteroplacenta yang kurang baik karena
kegagalan darah yang tersita pada bagian splanchnic untuk meningkatkan preload
Pemilihan obat vasopressor mungkin kurang penting dibanding menghindari
hipotensi. 4,9
Penulis lain menganjurkan pemberian efedrin cara intravena
kalau terjadi hipotensi atau sudah terjadi penurunan tekanan darah 10 mmHg;
dosisnya 10 mg yang diulang sampai tekanan darah kembali ke awa1. Bayi yang
dilahirkan dengan cara ini mempunyai skor Apgar sangat baik; pemeriksaan pH dan
base-excessnya dalam batas normal, dan sikap neurologi bayi setelah 4 - 24 jam
dilahirkan sangat baik.4
4. Pemberian Oksigen
Pada akhir kehamilan akan terjadi kenaikan alveolar
ventilationoksigen sekitar 20% atau lebih. Hal ini mengakibatkan turunnya
sampai 70%, untuk mengimbangi kenaikan konsumsi pCO2 sampai 30 - 32 mmHg. Pada
persalinan hiperventilasi terjadi lebih hebat lagi, disebabkan rasa sakit dan
konsumsi oksigen dapat naik sampai 100%. Oleh karena itu apabila terjadi
hipoventilasi baik oleh obat-obat narkotika, anestesi umum maupun lokal, maka
akan mudah terjadi hipoksemia yang berat.
Faktor-faktor yang menyebabkan hal ini, yaitu :
— turunnya FRC sehingga kemampuan paru-paru untuk menyimpan
0 2 menurun.
— naiknya konsumsi oksigen
— airway closure
— turunnya cardiac output pada posisi supine.
Maka mutlak pemberian oksigen sebelum induksi, dan selama
operasi. Pemberian oksigen terhadap pasien sangat bermanfaat karena :
(a) memperbaiki keadaan asam-basa bayi yang dilahirkan,
(b) dapat memperbaiki pasien dan bayi pada saat episode
hipotensi,
(c) sebagai preoksigenasi kalau anestesia umum diperlukan.4,9
Komentar
Posting Komentar